Sejak awal Januari lalu, dunia kesehatan disibukkan oleh penyebaran virus Zika yang terjadi di Amerika Latin, khususnya di Brasil dan Kolombia. Bahkan, virus yang ditularkan melalui nyamuk dari genus Aedes tersebut diinformasikan sudah menyebar hingga ke Eropa dan Asia.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menetapkan wabah virus Zika di Amerika Latin sebagai darurat kesehatan internasional pada Senin (1/2/2016).
Sebenarnya apa virus Zika ini, dan bagaimana penyebaran serta pencegahannya? Bagaimana pula mengenali gejala jika seseorang terkena virus Zika?
Lembaga Eijkman melaporkan telah mengidentifikasi molekul virus Zika (ZIKV) untuk pertama kalinya di Indonesia. Peneliti Eikjman Institute tersebut menemukan virus Zika saat terjadinya wabah demam dengue di Provinsi Jambi pada periode Desember 2014-April 2015.
Menurut Ari Fahrial Syam, Pengamat Kesehatan yang juga menjadi Staf Pengajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI RSCM), penularan virus Zika sama seperti virus demam berdarah yaitu melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang menjadi pembawa virus Dengue.
Dia menjelaskan virus Zika merupakan Flavivirus kelompok Arbovirus, bagian dari virus RNA. Pertama kali diisolasi pada 1948 dari monyet di Hutan Zika Uganda.
Selanjutnya, beberapa negara Afrika, Asia khususnya Asia tenggara, Mikronesia, Amerika Latin, dan Karibia melaporkan penemuan virus Zika.
Seseorang yang terjangkit virus Zika biasanya akan merasakan gejala seperti infeksi virus pada umumnya, yakni demam mendadak, lemas, kemerahan pada kulit badan, punggung dan kaki, serta nyeri otot dan sendi.
Berbeda dengan infeksi virus Dengue, pada infeksi ini mata pasien akan merah karena mengalami radang konjungtiva atau konjungtivitis. Pasien juga akan merasakan sakit kepala.
Begitu pula pada pemeriksaan laboratorium sederhana, biasanya hanya menunjukkan penurunan kadar sel darah putih, seperti umumnya infeksi virus lainnya. Berbeda dengan infeksi demam berdarah, infeksi virus Zika tidak menyebabkan penurunan kadar trombosit.
Namun, masa inkubasi hampir mirip dengan infeksi virus Dengue yaitu beberapa hari sampai satu minggu. Sekilas infeksi virus Zika hampir mirip dengan virus Dengue, sehingga adanya infeksi ini sering kali tidak terdeteksi.
Dengan beristirahat dan banyak minum, pasien biasanya dapat sembuh. Obat-obatan yang diberikan hanya bertujuan untuk mengatasi gejala yang timbul yaitu jika gatal diberikan obat gatal dan jika demam diberikan obat demam.
“Saat ini memang vaksin untuk virus ini belum ada. Pengobatan lebih banyak bersifat suportif, istirahat cukup, banyak minum, jika demam minum obat penurun panas dan tetap mengonsumsi makanan yang bergizi,” kata Ari.
PENCEGAHAN
Ari menjelaskan pencegahan tertularnya virus Zika sama seperti pencegahan infeksi demam berdarah yaitu pemberantasan sarang nyamuk. Penyakit virus Zika sama seperti infeksi virus demam berdarah yang bisa ditekan kasusnya dengan memberantas sarang nyamuk, dengan 3 M (Mengubur, Mengurus, dan Menutup) yang sudah menjadi slogan Kemenkes.
Apalagi, hingga kini belum ada vaksin atau obat untuk mencegah virus Zika, sehingga dengan mencegah gigitan nyamuk dan menjaga kesehatan, bisa melindungi diri tertularnya virus ini.
Virus Zika telah menimbulkan pertanyaan di seluruh dunia tentang apakah perempuan hamil harus menghindari negara yang terinfeksi. Karena virus menyebar dari Brasil, negara-negara lain di Amerika juga cenderung memandang kasus bayi cacat yang lahir di negara itu berkaitan dengan virus Zika dan para ahli memercayainya.
Brasil telah melaporkan sekitar 3.700 kasus diduga mikrosefali. Menteri Kesehatan Brasil Marcelo Castro, seperti dikutip Reuters mengatakan epidemi virus ini lebih buruk daripada yang diyakini karena dalam 80% kasus orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala.
Via : lifestyle.bisnis.com